Skip to main content

Doa Mohon Petunjuk Dan Taqwa



Doa Mohon Petunjuk Dan Taqwa

اللَّهُمَّ إنِّي أَسألُكَ الهُدَى ، وَالتُّقَى ، وَالعَفَافَ ، وَالغِنَى

Ya Allâh; sungguh aku meminta kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, ‘iffah (terjaga dari hal-hal yang buruk) dan kecukupan (merasa cukup dan tidak mengharap apa yang ada pada manusia). [HR. Muslim]

Doa ini mencakup 4 permohonan agung; yaitu: memohon petunjuk, takwa, terjaga dari hal buruk (‘iffah) dan kecukupan. Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam Kitabnya Bahjat Qulûb al-Abrâr berkata mengomentari hadits tersebut: “Ini adalah di antara doa yang paling komprehensif dan paling bermanfaat. Tercakup dalam doa ini permohonan kebaikan agama dan juga dunia. Karena al-hudâ (petunjuk) adalah ilmu yang bermanfaat.

Sedangkan at-tuqâ adalah amal shalih dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan hal itu, (pengamalan) agama pun menjadi baik. Sebab agama adalah (memuat) ilmu yang bermanfaat dan pengetahuan yang benar; dan itulah al-hudâ. Sedangkan menunaikan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, itulah at-tuqâ.

Adapun al-‘afâf (‘iffah ; menjaga diri dari hal yang buruk) dan al-ghinâ (kecukupan, kekayaan) terkandung di dalamnya menjaga diri sehingga tidak bergantung pada sesama makhluk dan tidak menautkan hati pada mereka. Juga merasa cukup dengan Allâh Azza wa Jalla dan rezeki-Nya, serta merasa qana’ah (menerima) apa yang ada, dan mendapatkan kecukupan yang membuat hati menjadi tenang. Dengan demikian terwujudlah kebahagiaan hidup di dunia dan ketenangan hati ; dan inilah kehidupan yang nyaman (hayat thayyibah). Maka barangsiapa yang diberi anugerah petunjuk, takwa, diri yang terjaga dan kecukupan, maka ia telah menggenggam kebahagiaan dunia dan akhirat. Tercapailah untuknya semua yang didambakan, dan selamat dari setiap hal yang ditakutkan.


Comments

Popular posts from this blog

Doa Wudhu

Doa Wudhu KITAB THAHARAH (PERIHAL BERSUCI) Oleh Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi A. Thaharah dengan Air, yaitu Wudhu dan Mandi 1. Wudhu a. Tata caranya: Dari Humran bekas budak ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu anhu : أَنَّ عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوْءٍ فَتَوَضَّأَ: فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذلِكَ، ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِ هذَا ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِ هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. “‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu anhu minta diambilk

Doa Adzan

Doa Adzan Ada lima amalan yang semestinya diamalkan ketika mendengar azan. Apa saja itu? Lima amalan tersebut telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim sebagai berikut: (1) mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muadzin . (2) bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Allahumma sholli ‘ala Muhammad atau membaca shalawat ibrahimiyyah seperti yang dibaca saat tasyahud. (3) minta pada Allah untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wasilah dan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah: Allahumma robba hadzihid da’watit taammah wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah … (4) membaca: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa, sebagaimana disebutkan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqash. (5) memanjatkan doa sesuai yang diinginkan. (Lihat Jalaa-ul A

Doa Anak Sakit

Doa Anak Sakit Anak bagaikan permata yang begitu berharga bagi orangtua. Tak ternilai harganya dan senantiasa melekat dalam sanubari ayah ibunya. Hal ini dirasakan oleh setiap orangtua, bahkan oleh seseorang yang paling mulia, Rasulullah n. Demikian pula orang yang paling mulia setelah beliau, Abu Bakr Ash-Shiddiq z. ‘Aisyah x menceritakan: قَالَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ z يَوْمًا: وَاللهِ، مَا عَلَى الْأَرْضِ رَجُلٌ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ عُمَرَ، فَلَمَّا خَرَجَ رَجَعَ فَقَالَ: كَيْفَ حَلَفْتُ أَيْ بُنَيَّةُ؟ فَقُلْتُ لَهُ، فَقَالَ: أَعَزُّ عَلَيَّ، وَالْوَلَدُ أَلْوَطُ “Suatu hari, Abu Bakr Ash-Shiddiq z mengatakan, ‘Demi Allah, tak ada seorang pun di atas bumi ini yang lebih kucintai daripada ‘Umar (Umar bin Khaththab z, red.)!’ Ketika Abu Bakr kembali, dia pun bertanya, ‘Bagaimana sumpahku tadi, wahai putriku?’ Aku pun mengatakan kembali apa yang diucapkannya. Kemudian Abu Bakr berkata, ‘Dia memang sangat berarti bagiku, namun anak lebih melekat di dalam hati’.” (HR. Al-B